Merayakan Tahun Baru Masehi Menurut Pandangan Islam

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Bagi Umat Muslim


hukum merayakan tahun baru


Apa Itu Tahun Baru ?

Sahabat Dunia-q.com Semua masyarakat, Tua, muda, Dewasa, Anak-Anak,Laki-Laki, Perempuan ya semua kalangan mengetahui apa itu tahun baru, Tahun Baru bisa di definisikan sebagai pergantian tahun dari yang sekarang kita jalani berpindah ke putaran waktu kedepan.
Survei menjelaskan kebanyakan masyarakat khusus nya mayoritas muslim hanya berpatok dan memiliki pemahaman tentang Tahun Baru Masehi saja, sementara dari zaman rasulullah tidak ada perayaan Tahun baru Masehi di peringati (di ikuti) oleh kaum Muslim, yang ada hanya Idulfitri dan idul adha, sedangkan Tahun Baru Hijriah yakni tahun baru Umat Muslim, lalu apakah rasulullah beserta umat nya di masa lalu memperingati Tahun baru Masehi ? Tentu tidak, mari kita bahas lebih dalam bagai mana hukum nya merayakan Tahun baru masehi bagi muslim di seluruh dunia.

Melihat Sejarah Tahun Baru Masehi

Ketika Admin membuat Artikel ini di akhir tahun 2017 dan beberapa jam lagi kita akan menyaksikan perayaan besar di akhir Desember 2017, perayaan yang dilangsungkan secara massif oleh masyarakat di seluruh dunia itulah perayaan tahun baru yang secara rutin disambut dan dimeriahkan dengan berbagai acara dan kemeriahan nya.

Melihat dari masa lampau hingga sekarang perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak di antara orang-orang yang ikut merayakan hari itu tidak mengetahui kapan pertama kali acara tersebut diadakan dan latar belakang mengapa hari itu dirayakan. Kegiatan ini merupakan pesta warisan dari masa lalu yang dahulu dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka (orang-orang Romawi) mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings. Janus adalah seorang dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah menatap ke depan dan satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, layaknya momen pergantian tahun.
(G Capdeville “Les épithetes cultuels de Janus” inMélanges de l’école française de Rome (Antiquité), hal. 399-400)

Jelas sekali ini menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari baginda Rasullulah SAW dan Kaum muslimin. Pesta tahun baru masehi, pertama kali dirayakan orang kafir, yang notabene masyarakat paganis Romawi di masa lampau.

Kegiatan ini terus dirayakan oleh masyarakat modern hingga saat ini, walaupun mereka tidak mengetahui spirit ibadah pagan adalah latar belakang diadakannya acara ini. Mereka menyemarakkan hari ini dengan berbagai macam permainan, menikmati indahnya langit dengan semarak cahaya kembang api, mabuk-mabukan dll.

Tahun Baru Masehi = Hari Raya Orang Kafir
Ikut merayakan tahun baru statusnya sama dengan merayakan hari raya orang kafir. Dan ini hukumnya terlarang, mengapa demikian mari kita simak dibawah ini :

Pertama, turut merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk meniru kebiasaan orang jelek, termasuk orang kafir. Beliau bersabda, yang artinya :

“Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (Hadis shahih riwayat Abu Daud)

Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan,

من بنى بأرض المشركين وصنع نيروزهم ومهرجاناتهم وتشبه بهم حتى يموت خسر في يوم القيامة

“Siapa yang tinggal di negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang majusi), dan meniru kebiasaan mereka, sampai mati maka dia menjadi orang yang rugi pada hari kiamat.”

Kedua, Ketika kita mengikuti hari raya mereka termasuk bentuk loyalitas dan menampakkan rasa cinta kepada mereka. Padahal Allah melarang kita untuk menjadikan mereka sebagai kekasih dan menampakkan cinta kasih kepada mereka. Allah berfirman,

..يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا عدوي وعدوكم أولياء تلقون إليهم بالمودة وقد كفروا بما جاءكم من الحق

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (rahasia), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu..” (QS. Al-Mumtahanan: 1)

Ketiga, Dari masa lampau hingga saaat ini hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin keyakinan, bukan semata perkara dunia dan hiburan. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda di hadapan penduduk madinah,

قدمت عليكم ولكم يومان تلعبون فيهما إن الله عز و جل أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الفطر ويوم النحر

“Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian; idul fitri dan idul adha.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i).

Di zaman Nabi Muhamad SAW Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk madinah, isinya hanya bermain-main dan makan-makan. Sama sekali tidak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan orang majusi, sumber asli dua perayaan ini. Namun mengingat dua hari tersebut adalah perayaan orang kafir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Sebagai gantinya, Allah berikan dua hari raya terbaik: Idul Fitri dan Idul Adha.
Lalu jika turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka, dan termasuk ke dalam golongan mereka.

Keempat, Allah berfirman menceritakan keadaan ‘ibadur rahman (hamba Allah yang pilihan), yang Atinya :

Dan orang-orang yang tidak turut dalam kegiatan az-Zuur…”
Sebagian ulama menafsirkan kata ‘az-Zuur’  dengan hari raya orang kafir. Artinya berlaku sebaliknya, jika ada orang yang turut melibatkan dirinya dalam hari raya orang kafir berarti dia bukan orang baik.

Jadi jika anda muslim apakah masih mau ikut merayakan dengan mereka kaum Non-muslim dalam perayaan tahun baru masehi? Dan melakukan perayaan selayaknya orang kafir di masa lalu ?
memang negara kita ini negara Hukum, dan negara dengan beragam Agama, Etnis, Suku, dan Bahasa yang sangat banyak dan toleransi menjadi dasar atas apa yang di lakukan.
Lebih baik kita mengisi waku yang positif di akhir tahun ini dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT seperti melakukan pengajian, Tablig akbar dan masi banyak lagi.
Semoga bermanfaat jangan lupa tinggalkan komentar dan silahkan di share.