Jika Ragu-ragu Sudah Suci Haid ataukah Belum


Ragu-ragu, Sudah Suci Haid ataukah Belum?

jika hadi ragu
www.dunia-q.com - Ragu ketika haid sudah bersih atau belum


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjidhafidzahullah


Pertanyaan:
Saat saya mengalami haid di tahun tertentu, terkadang saya sudah suci namun kemudian keluar darah lagi.

Kadang, saya tidak mengetahui dengan pasti apakah saya sudah suci ataukah belum? Karena saya bingung, saya menanyakan hal ini kepada ibuku, “Apakah ini sudah suci ataukah belum?”

Kadang, pula keluar lendir kekuningan dan saya menunggu cairan tersebut hingga memudar dan berubah menjadi cairan putih. Kemudian saya mandi.

Kadang, tidak keluar cairan putih lalu saya menunggu hingga 15 hari kemudian baru mandi. Karena ibuku pernah bertanya kepada seorang syaikh menanyakan perihal kondisiku. Kemudian syaikh tersebut menjawab, “Janganlah ia mandi sampai melihat cairan putih.”

Tetapi setelah berjalannya waktu yang lama, ada seorang saudari bertanya kepadaku tentang cairan yang menjadi kebiasaan saya yang keluar ketika suci. Aku sampaikan padanya bahwa cairanku tersebut berwarna kekuningan (tidak putih bersih). Maka beliau berkata padaku, “Kamu wajib mandi jika telah keluar cairan yang menjadi kebiasaanmu ketika suci haid.” Maka akupun melakasanakan perintahnya.

Lalu apakah aku wajib mengganti shalat yang telah kutinggalkan selama ini? Bagaimana caranya agar aku bisa mengetahui jumlah shalatnya? Bagaimana cara menggantinya?

Selalu saya sangat dihantui rasa was-was.

Saya takut mandi sementara saya masih haid. Saya berpikiran untuk mengganti shalat saja namun saya juga tidak yakin. Saya sangat takut sekali. Doakan saya agar mendapatkan hidayah.

Demikian pula saya khawatir disaat permulaan masa baligh saya belum mengganti shalat, saat darah haid keluar. Seperti misalnya darah haid keluar di waktu Ashar, sementara saya belum menunaikan shalat tersebut. Akan tetapi saya juga tidak yakin akan hal ini.

Apakah saya wajib mengganti shalat tersebut bagaimana cara menggantinya?


Jawab:
Alhamdulillah

1. Sucinya wanita dari haid diketahui dengan dua tanda:

Pertama, keluarnya cairan putih (qashshatul baidha)

Kedua, terputusnya darah dengan cara, seorang wanita mengusap kemaluannya dengan kapas atau benda lainnya niscaya keluar dalam keadaan bersih, tidak ada bekas darah, cairan kuning ataupun flek coklat.

Sebagian wanita mengetahui suci haid dengan tanda keluarnya cairan putih (qashshatul baidha). Namun sebagian lagi tidak melihat cairan ini akan tetapi kondisi kemaluannya kering sempurna maka inilah tanda sucinya.

Qashshatul baidha adaah lendir layaknya benang putih yang keluar dari kemaluan wanita di akhir masa haidnya. Inilah tanda suci wanita haid.

Sebagian ulama mengatakan qashshatul baidha adalah cairan putih yang keluar di akhir masa haid. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 23:279)



2. Jika darah haid telah terputus dan tempat keluanya darah telah kering dengan sempurna maka saat kondisi demikian engkau telah suci. Jangan engkau pedulikan lendir yang keluar setelahnya seperti lendir kuning dan yang lainnya. Berdasarkan hadis Ummu Athiyah radhiyallahu’anha,


كُنَّا لَا نَعُدُّ الْكُدْرَةَ وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا


“Dahulu kami sama sekali tidak menganggap (sebagai haid) lendir kuning dan coklat yang keluar setelah suci.” (HR. Abu Dawud no. 307 dnan dinilai shahih oleh Al-Albani)



An-Nawawi rahimahullah berkata, “Berhentinya haid dan suci haid ditandai dengan terputusnya darah (tidak keluar darah lagi-pen) dan serta terputusnya cairan kuning dan coklat (yang keluar bersambung dengan darah). Bila telah terputus dari (darah, lendir kuning dan coklat) maka wanita tersebut telah suci baik setelah itu keluar cairan putih ataukah tidak.” (Al-Majumu’, 2:562)


Para ulama Al Lajnah Ad Daimah (4:206) ditanya:
Seorang wanita melihat lendir cenderung kecoklatan setelah darah haid berhenti keluar. Lendir tersebut berupa noda kecil dan sedikit jumlahnya. Dia tidak melihat tanda suci dari haid (berupa cairan putih). Lendir ini terus menerus keluar hingga dua hari atau lebih. Apa yang harus dilakukan wanita tersebut? Apakah dia boleh shalat dan puasa? Ataukah harus menunggu hingga kemaluan kering atau keluar cairan putih?


Para ulama menjawab,
“Tatkala seorang wanita telah suci dari haid. Baik suci dengan keringnya rahim atau keluar cairan putih kemudian melihat lendir (coklat atau kuning) maka cairan ini tidak dianggap sebagai haid. Statsunya dihukumi sebagaimana kencing. Wanita tersebut wajib membersihkannya dan berwudhu (ketik akan shalat). Perkara ini sering dijumpai pada sebagian wanita. Setelah membersihkan cairan ini hendaknya wanita tersebut bersegera menunaikan shalat dan puasa Ramadhan. Berdasarkan hadis shahih yang diriwaayatkan dari Ummu Athiyah radhiyallahu’anha beliau berkata,


كُنَّا لَا نَعُدُّ الْكُدْرَةَ وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا


“Dahulu kami sama sekali tidak menganggap (sebagai haid) lendir kuning dan coklat yang keluar setelah suci.” (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih dan riwayat Bukhari tanpa lafazd “setelah suci”)


Dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah (4:222) jilid kedua,
“Kami tahu bahwa suci haid ditandai dengan dua keadaan yaitu kering rahim atau keluarnya cairan putih. Permasalahan yang saya hadapi adalah saya melihat kering nya rahim kemudian setelah beberapa hari keluar cairan putih. Terkadang saya melihat cairan putih terlebih dahulu kemudian saya lihat lendir coklat dan kekuningan.


Para ulama menjawab,
Jika seorang wanita haid telah melihat tanda suci yang sempurna dan kemudian telah mandi wajib maka sepantasnya bagi wanita tersebut tidak menggubris cairan yang keluar setelah itu baik cairan coklat taupun kuning. Berdasarkan perkataan Ummu Athiyah,


كُنَّا لَا نَعُدُّ الْكُدْرَةَ وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا


“Dahulu kami sama sekali tidak menganggap (sebagai haid) lendir kuning dan coklat yang keluar setelah suci.”(selesai)


Adapun cairan kuning atau coklat yang keluar bersambung dengan darah haid maka janganlah seorang wanita tergesa-gesa mandi. Karena cairan kuning yang bersambung dengan darah haid menjadi bukti bahwa haid belum berhenti. Oleh karena itu Ummu Athiyah berkata,


بَعْدَ الطُّهْرِ


“Setelah suci.”
Kalimat diatas menunjukkan bahwa cairan kuning dan coklat yang keluar sebelum tanda suci, memiliki pengaruh. Ini menjadi bukti bahwa haid belum selesai.

Adapun menunggu masa haid hingga 15 hari, hal ini berlaku bagi wanita yang tidak melihat salah satu dari kedua tanda suci diatas. Bahkan yang dia dapati darah terus menerus keluar. Maka yang menjadi kewajibannya adalah menunggu hingga 15 hari, setelah itu mandi, shalat dan puasa. Demikian pendapat jumhur ulama.

Adapun jika darah berhenti sebelum 15 hari, kapanpun wanita melihat tanda suci maka dia harus mandi wajib, shalat , puasa sebagaiaman penjelasan sebelumnya. (lihat Al-Mughni, Ibnu Qudamah 1:214)

3. Permasalahan mengganti shalat yang terlewat karena udzur baik karena ketidaktahuan tentang hukum syar’i, terlebih bila seandainya Anda bertanya kepada salah seorang syaikh atau mufti kemudian dia memberimu fatwa maka ini semua bentuk udzur (yang dimaafkan). Meskipun apa yang engkau amalkan atau apa yang difatwakan kepadamu tersebut sesuatu yang keliru dalam kasus ini.

Nasehat

Dan yang kami nasehatkan kepada Anda, janganlah Anda mempedulikan rasa was-was yang berlebihan dan keragu-raguan. Karena hal ini akan merusak ibadah Anda, memperkeruh kehidupan Anda. Jika pintu (was-was) ini terbuka, tidak akan ada habisnya dan tidak akan pernah berhenti. Bahkan kapanpun Anda menceburkan diri kedalam keragu-raguan pada sesuatu niscaya setan akan membukakan pintu was-was yang lain.

Syaikh Ibnu ‘Ustaimin rahimahullah mengatakan, “Bila seseorang sering merasa ragu-ragu hingga tidak ada amalan yang ia lakukan kecuali ia merasa ragu-ragu di dalamanya. Jika dia berwudhu dia ragu-ragu, jika dia shalat ia ragu-ragu, jika ia puasa ia ragu-ragu. Keraguan semacam ini tidak perlu dianggap karena ini penyakit. Pembicaraan kita ini diperuntukkan bagi orang yang sehat, bebas dari penyakit. Adapun orang yang suka ragu-ragu, kondisi pikirannya tidak stabil maka tidak perlu dihiraukan. (Asy Syahrul Mumti’, 3;379)


Sumber: https://islamqa.info

Related Posts :